Jumat, 01 Juni 2012

kisah tanpa judul

Belaian lembut semilir angin di pagi hari agaknya membuat hati ini lebih tenang. sinar mentari pun terpantul dari cermin datar yang terpajang tepat behadapan dengan jendela. lingkar hitam dan bengkak di mata tampaknya sudah memudar. kusematkan sebuah benda mungil pada jilbab yang ku kenakan.
   "selesai sudah" ucapku dengan bayanganku yang terpantul dari cermin.
   "tok! tok! tok! rina... kamu sudah siap sayang?" suara yang begitu lembut terdengar dari balik pintu.
   "iya ma, ini rina udah siap" aku berlari kecil keluar kamar.
   "waah! kamu mengenakannya" aku hanya tersenyum ketika mama melihat bros jilbab mungil yang ku sematkan tadi, "sayang sekali ya, padahal hari ini ulang tahun mu"
  "sudahlah ma. tidak apa-apa" aku berusaha memperlihatkan senyumku yang paling manis. meski aku tau, mama sangat mengetahui jelas bagaimana suasana hatiku sekarang.
   "ayo kita susul kakak mu" mama mengambil tas lalu mengunci pintu rumah.
Kami pergi dengan berjalan kaki menuju bandara. selama perjalanan, baik mama maupun aku tidak ada yang berbicara. aku berjalan melihat langkah kakiku, tenggelam dan larut dalam pikiranku sendiri.

#

   "mama... rina..." seseorang yang kukenali melambai ke arah kami. "waah! tumben kamu cepat banget buka kadonya, biasanya diperam dulu sampai berjamur"
Dia dan aku, kami saudara kembar. rani adalah kakak dan aku, rina, adik. waktu kelahiran kami berselang empat menit, tapi antara kelahiranku dan kak rani seperti berjarak satu hari. hari ini, 17 Januari, hari kelahiranku, tapi...
   "hehehe" aku sadar dari lamunanku ketika kak rani mengelus kepalaku. "tentu saja, rina ingin kakak senang melihat rina menggunakan hadiah ulang tahun dari kakak" ingin aku mengucapkan apa yang ada di hati dan pikiranku.
Sebentar lagi, kak rani dan aku akan berpisah sangat jauh, berpisahkan samudra. kak rani begitu pintar dan cerdas, dia mendapatkan beasiswa ke Jepang, negara yang ku sukai dengan sakuranya yang bermekaran serta salju.
   "kakak bawakan kamu sakura dan salju kalau pulang deh" katanya. aku hanya tersenyum, tak mampu mengatakan apapun.
Dia pun perlahan menghilang dari pandanganku, membumbung tinggi melewati awan seputih salju.

#

Lima tahun sudah berlalu. dengan tetap berkomunikasi melalui email dan berbagai jejaring sosial, meski tak jarang kak rani tak membalas, "mungkin sedang sibuk" pikirku. setahun sekali kak rani pulang saat libur musim panas di Jepang dan hari raya. terkadang hanya satu kali, saat Hari Raya Idul Fitri saja. meskipun begitu, aku sangat senang sekali. meski tahun kemarin kami menghabiskan waktu dengan bolak-balik rumah sakit.
Sudah dua hari aku keluar dari rumah sakit, aku rasanya sangat sehat hari ini. "besok kak rani pulang, rina buat kue aah" pikirku. aku pergi sendiri membeli bahan untuk membuat kue, meski siang itu cukup terik.
Sesampainya di rumah, tidak ada yang menjawab salamku, "tampaknya semuanya sudah pergi kerja dan ke sekolah. tapi tak apa lah, aku bisa melakukannya sendiri!" aku mengepalkan tangan. dengan semangat dan keterampilan memasak seadanya aku berusaha membuat kue itu. dengan berbekal sering memperhatikan mama membuat kue dan tips-tips yang mama katakan kepada ku, aku melakukannya persis seperti apa yang mama lakukan.

#

Tak terasa, dua jam telah berlalu. kue yang sedari tadi sudah matang dan aku hiasi kini hanya tinggal diberi sentuhan akhir. "haa... sudah selesai...." batinku. aku memasukkannya ke dalam lemari es, agar bahan-bahannya tidak mencair di tengah suhu panas siang menjelang sore ini.
Aku duduk lega setelah selesai membersihkan dan merapikan segala perkakas dapur yang ku gunakan tadi, cukup lama. keringatku begitu banyak mengalir. mungkin apabila dikumpulkan, keringat ini mampu memadamkan 20 batang lilin yang menyala. ku pikir ini pertanda aku semakin baik, namun aku mengabaikan kenyataan bahwa fisik ini sudah melemah.
Aku terjatuh ketika hendak memasuki kamar, tepat di pintu. darah mengalir dari hidung hingga ke bajuku, itu yang mama katakan ketika aku sadar.
   "rina jangan sampai kecapekan ya sayang. besok kak rani pulang, rina ga mau dia sedih melihat rina seperti ini kan?"
   "iya ma" ucapku sambil tersenyum ke arah mama.
   "nah, rina sekarang istirahat yang cukup ya" lalu mama keluar kamar setelah mengecup keningku.

#

Keesokan harinya, aku membersihkan kamar. karena aku tidak ingin terlihat amburadul ketika kak rani masuk ke kamarku. tak sadar, aku telah melanggarnya lagi. aku dibawa ke rumah sakit karena darah segar keluar lagi dari hidungku, kali ini lebih banyak dari yang sebelumnya. di sana aku diberi suntikan dan aku harus dirawat malam itu. sore itu aku sudah sadar dari pengaruh obat tidur yang diberikan dokter. hanya ada mama di samping ku.
   "ma, kak rani udah pulang?"
   "sayang, kamu istirahat dulu ya. kak rani bakal pulang kok. dia kan sudah wisuda. rina jangan memaksakan diri ya sayang, kalau kak rani liat rina seperti ini, dia bakal sedih" mama mencoba menghibur ku.
Aku hanya diam. "apa kak rani tidak akan pulang musim panas ini? tapi kan kakak sudah wisuda. apa kakak tidak ingin bertemu rina dan yang lainnya? kenapa kakak belum pulang juga? apa kakak lebih menyukai Jepang? kenapa kak??? kenapa kakak tidak pernah lagi membalas pesanku? kenapa kakak lebih sering diam ketika kita berbicara di telepon? kenapa kak??" pertanyaan demi pertanyaan muncul bertubi-tubi dari dalam benakku. aku menangis, tak mampu menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaan itu, hingga aku terpejam dalam tidurku.

#

   "ma, kak rani udah pulang?" aku membuyarkan lamunan mama.
Sejak tadi pagi mama hanya melihat keluar jendela ruang rawatku, sorot matanya sangat jauh seakan-akan ingin mengetahui sesuatu yang berada di balik langit.
Mama hanya tersenyum. tak mengucapkan kata apapun. wajahnya yang lembut semakin lama menampakkan gurat letih yang amat sangat. aku hanya tertunduk, meski sedari tadi aku menggenggam sebuah buku tak satu kata pun yang kubaca, pikiranku melayang jauh.
Sudah tiga hari aku dirawat di rumah sakit ini. rasanya seperti menghabiskan bertahun-tahun kehidupanku. orang yang kutunggu-tunggu tak kunjung datang. ingin rasanya aku berlari menemuinya, menyusuri jalanan demi mencarinya. "tapi tidak bisa!" aku dijerat bermacam selang, aku diatur oleh jadwal, aku dikontrol obat dan suntikan. "tuhan... kenapa ini begitu sulit?" aku berusaha menahan tangisku, setidaknya ketika mama ada di sampingku dengan pandangan mata seperti itu.
Aku terus berusaha menahan tangisku, hingga akhirnya aku terlelap.

#

Hari ini hari keempat aku dirawat, tak ada kemajuan. bagaimana bisa, ragaku memang tidak melakukan apa pun tapi pikiran ku selalu bekerja keras tiap hari, tiap saat aku terjaga.
"kakak, kak rani di mana? rina selalu menunggu kakak. kakak di mana?" aku tidak sanggup lagi "aku ingin keluar!"
Pagi itu masih sangat sepi, sekitar pukul enam. aku mencabut selang berjarum yang menembus kulitku selama ini. cukup sakit rasanya dan darah merembes begitu cepat, sampai-sampai aku harus menggunakan handu kecil untuk menghambat sekaligus menutupinya.
Setelah melihat keadaan sekitar, aku berusaha keluar dari kamar rawatku. dengan berlagak sok sehat agar tidak dicurigai perawat yang sedari tadi hilir mudik, aku menyusuri koridor menuju pintu depan. terus ke pekarangan. terus ke ruang depan. terus ke pekarangan yang lebih besar. sedikit lagi, pagar depan sedikit lagi. aku merasakan seseorang menarik lenganku dari belakang. belum sempat aku melihat wajahnya pandangan hitam menyelimutiku.

#

Mataku tak dapat kubuka, namun aku masih bisa mendengarkan sayup-sayup suara mama, kakak perawat, dan bu dokter yang saling bercakap-cakap. "ada apa ini?" batinku. aku tak bisa membuka mataku. "mama tolong rina...."
Aku dapat merasakan rasa yang aneh meliputi isi kepalaku. "ada apa ini? apakah aku dibius?" tak lama berselang aku menemukan sebuah taman bunga indah, berwarna kuning, mereah jambu, hijau, ungu, warna-warna yang beragam. kupu-kupu beterbangan kian kemari, warna langit yang cerah disertai semilir angin yang menyejukkan hati. kulihat ada seseorang di sana, seorang wanita, sedang memetik bunga. sepertinya aku mengenalnya, kudekati dia.
   "kakak......" sapaku.
Dia tidak menoleh sedikitpun. semakin kuperpendek jarak yang memisahkan kami. kupegang bahunya. tak bisa! aku tidak bisa menyentuhnya. berkali kali aku berusaha, tapi tak bisa. air mata mengalir deras, aku ta bisa menyentuhnya. aku berusaha memeluknya, tapi tak bisa. aku berusaha, terus berusaha, tapi aku sama sekali tidak bisa menyentuhnya.
   "KAKAAAAAAK!!!" aku terduduk, nafasku tersenggal. air mataku tumpah bercampur dengan keringat dingin di wajahku. aku hanya bisa menangis, di sudut ruangan, tanpa seorang pun yang menemani.

#

Dua hari setelah mimpi yang memilukan itu, aku diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. tak ada seorang pun yang kuceritakan tentang mimpi itu. aku menutupinya dengan senyuman palsu, tapi tampaknya tak ada seorangpun yang menyadarinya.
Setibanya di rumah, aku membuka lemari es, kue yang kubuat sudah sangat keras seperti es batu. "berarti kakak belum pulang" pikirku, lalu aku menutupnya kembali dan beranjak ke kamarku di lantai atas. "kak, kapan kakak pulang?" aku menghempaskan diriku di kasur yang sudah empat malam tidak kupakai. dan segera aku terlelap dalam air mata pilu yang menemaniku.

#

  "rina, bangun sayang..." mama membangunkanku.
  "ada apa ma?" kulirik jam tangan yang tak sempat kulepas sebelum tidur tadi. "ini masih jam satu ma."
  "kakak kamu sayang"
Aku sepenuhnya terjaga sekarang. pikiranku melayang, membayangkan hal buruk terjadi pada kakakku, kembaranku. air mata ini sulit ku tahan, aku tidak ingin lebih menyusahkan mama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar